One day we'll just be a memory for some people, do your best to be a good one

TULUSNYA KASIHMU

“Jaiz, bangun.... sholat Shubuh dulu udah jam lima. Sarapanmu udah ibu siapin di meja ya..."

Kebiasaan ini telah berlangsung selama 23 tahun sampai tulisan ini aku buat, kini usiaku sudah memasuki 24 dan aku telah menjadi seorang karyawan disebuah Perusahaan swasta milik orang asing juga Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Indonesia, tapi kebiasaan Ibu tak pernah sama sekali berubah sejak dulu.

"Ibu... jangan repot-repot Bu, jaga kesehatan... Aku, kakak dan adik-adik kan udah pada dewasa tinggal satu yang masih kecil. kasih perhatian yang lebih aja pada si dia Bu..." Pintaku pada Ibu pada suatu pagi.

Wajah tua yang lembut itu langsung mendadak berubah.

Dan ketika itu pada suatu sore hari ibu baru pulang dari sawah rutinitas sebagai petani, datang seorang tamu panitia pembangunan Masjid, panggil saja Pak Sururi namanya untuk menarik sumbangan, buru-buru aku menghampiri ibu waktu sepulang kerja "tidak usah bu... biar aku saja yang bayar" "berapa Pak..? masih berapakah total kewajiban ibu dalam catatan Bapak..?" "ini iz... dalam catatanku ibumu mempunyai kewajiban masih 4 bulan lagi". padahal waktu penarikan adalah bulan kedua. "Ya udah Pak... ini ada rezeki aku lunasin semua untuk tanggungan kewajibannya ibu".

Dalam hati ini ingin sekali rasanya walau hanya sedikit dan mungkin walau tak bermakna aku dapat membalas jasa Ibu kepadaku, kepada adik-adikku dengan hasil keringatku sendiri. Toh aku sekarang sudah bekerja dan sudah waktunya aku berikan penghasilanku kepadanya.

Tetapi raut sedih diwajahnya itu tak bisa disembunyikan.

Kenapa ya Ibu mudah sekali sedih??... Pikiranku sudah mulai merasakan, entahlah dan aku hanya bisa menerka-nerka, mungkin sekarang waktunya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena pernah aku membaca dari sebuah buku, bahwa orang yang sudah mulai memasuki tahap-tahap lanjut usia biasanya bisa sangat sensitif dan cenderung untuk bersikap kekanak-kanakan. Tapi entahlah, itukan kata buku, dan yang pasti aku mempunyai niat adalah ingin membahagiakan... malah membuat Ibu sedih, dan bawaan Ibu jika sedang sedih ia tidak akan pernah mengatakan apa-apa. linangan air mata dan untaian do'a yang aku dengar dari setiap perkataannya.

malam harinya waktu senggang dikamar dan didepan komputer ibu datang menghampiri, aku coba memberanikan diri untuk bertanya, "Bu, maafin aku ya kalau telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang aku lakukan Bu sehingga membuat Ibu begitu bersedih?” Tanyaku...

Aku tatap mata Ibu yang sudah mulai tambah keriput dan kulihat putihnya rambut menghiasi kepalanya bak mahkota yang menggantikan warna hitamnya, ada mengalir tetesan airmata yang jatuh dipipinya. Terisak dan sambil tersenyum Ibu berkata, "Ibu sangat khawatir merasakan kalian anak-anakku. Kalian semuanya telah dewasa, sudah bekerja, mempunyai penghasilan dan sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi belikan jajan kepada kalian karena semua sudah bisa kalian lakukan sendiri... ibu pesan rukunlah ya nak kepada saudara-saudaramu".

Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putranya adalah sebuah kebahagiaan yang dia miliki yang tak pernah kami sadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.

Diam-diam aku bergumam dan berjanji... Apa yang telah aku persembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang?? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada kami, anak-anaknya yang sering bandel dan nakal??.

Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, "Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu. Kalian tumbuh sehat dan lucu, ketika bayi adalah kebahagiaan Ibu. Kalian mempunyai prestasi di sekolah terutama kamu, kamu adalah kebanggaan buat Ibu... semoga kamu dan saudaramu juga berprestasi di pekerjaan dan pendidikan itulah do'a Ibu, meski ada satu adikmu yang bandel untuk dinasehati. Setelah dewasa, kalian berperilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itulah kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."

Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, "Ampunkan aku ya Allah jika selama ini sedikit sekali ketulusan yang dapat kami berikan kepada Ibu kami. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu".

Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Seorang petani yang ulet sekaligus Ibu yang menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anaknya adalah hak prerogatif seorang ibu yang tak akan bisa dilimpahkan kepada siapapun.

Pukul 3 dinihari Ibu sudah bangun dan pukul 5 shubuh Ibu membangunkan kami. Ia ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku, kakak dan adik-adik sering tertidur lagi... Ah, maafin kami Ibu .... 18 jam sehari sebagai "Ibu/petani" seakan tak pernah membuat Ibu lelah..

" Nak... bangun nak, sarapannya udah Ibu siapin dimeja.." Tanpa males-malesan dikasur dan kali ini aku segera beranjak. Aku keluar dari kamar, kuambil air wudlu, sholat, dan lalu memanjatkan do'a untuk Ibu dan kemudian ku tatap matanya lekat yang sayup kelelahan dan Aku ucapkan, "TERIMA KASIH IBU, ijinkan aku anakmu membahagiakanmu Ibu...".

Berbinar dari mata Ibuku itu memancarkan kebahagiaan. ..
Cintaku ini milikmu,
Ibu... Aku masih sangat membutuhkanmu
Maafkan kami yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu.

***
Dear sahabat akhi wa ukhti... tidak selamanya kata sayang itu harus diungkapkan dengan kalimat "aku sayang padamu..." (lihatlah sayang -cinta yang tulus- ibu kepada anaknya).

Jangan malu, jangan ragu, buanglah rasa gengsimu sahabat, ayo.. Kita mulai dari orang-orang terdekat yang sangat mencintai kita.

Seorang Ibu dan seorang Ayah, walau mereka tak pernah meminta atau mungkin telah tiada, percayalah... hanya sepatah kata “TERIMA KASIH IBU” dan “TERIMA KASIH AYAH” akan sangat membuat mereka berarti dan bahagia selalu dan selalu.

Cintanya seperti air, tak akan pernah habis..
Terus berputar.. terus mengalir.. seterusnya dan seterusnya
pada sebuah telaga yang memberi kehidupan.

Terima kasih Ibu, Terima kasih Ayah..
Cinta kalian seperti biru langit..
Kemana aku melangkah, aku dapat berteduh dibawahnya.

Terima kasih Ibu, Terima kasih Ayah..
Bahkan biru laut pun tak akan bisa menampung,
atas jutaannya pujian yang terharuskan untuk kalian.

(Jepara, 2012)

0 comments

Post A Comment